Design for Environment - DfE


PENDAHULUAN

Perencanaan lingkungan (Desain for Environment) adalah pendekatan sistematik untuk mengevaluasi konsekuensi dampak lingkungan dari produk dan proses-prosesnya, dan dampaknya pada kesehatan manusia dan lingkungan (Fiksel, 1996). Fokus utama adalah identifikasi kandungan dan implikasi lingkungannya, menentukan dampak yang dipunyai produk dan proses pada lingkungan selama siklus hidupnya, dan pengembangan produk dan proses yang cocok secara lingkungan.

Tujuan program perencanaan Lingkungan adalah untuk menciptakan lingkungan yang lebih sehat bagi pekerja, masyarakat, dan ekosistem. Program DfE memenuhi tujuan ini dengan mempromosikan perubahan sistem dalam cara perusahaan mengelola perhatian lingkungannya. Pendekatan dan prinsip-prinsipnya program DfE berguna dalam memenuhi kebutuhan peraturan dan memperbesar perlindungan lingkungan setelah pemenuhan.

Prinsip-prinsip utama DfE meliputi :

1.    Memperbaiki keselamatan pekerja, kesehatan masyarakat, dan kesehatan lingkungan sementara juga menjaga atau memperbaiki kinerja dan kualitas produk. Cara lain meletakkan hal ini adalah mengurangi resiko pada pekerja, masyarakat, dan lingkungan.

2.    Menggunakan sumberdaya secara bijaksana.

3.    Menggabungkan pertimbangan lingkungan kedalam disain dan redisain produk, proses,, dan teknis sistem manajemen.

Identifikasi Aspek Lingkungan

Aspek lingkungan diartikan sebagai bagian dari kegiatan yang berinteraksi dengan lingkungan sedangkan dampak adalah akibat dari suatu aspek. Dengan kata lain, ada hubungan sebab akibat antara aspek dan dampak lingkungan. Hasil identifikasi merupakan suatu daftar aspek lingkungan dan dampak lingkungan yang diakibatkan oleh aspek lingkungan. Selayaknya daftar aspek lingkungan ini harus memuat keseluruhan aspek lingkungan secara lengkap baik dalam kondisi normal, abnormal dan darurat, seluruh komponen lokasi seperti bagian produksi, gedung perkantoran, gudang yang terletak diluar pagar,. kondisi darurat adalah kondisi diluar normal yang memberikan dampak seketika besar dan tidak dapat dicegah kecuali mengurangi dampak setelah terjadi. Sedangkan kondisi abnormal merupakan kondisi di luar kondisi normal yang sudah diperkirakan dan terkendali.

Identifikasi harus dilakukan tidak terbatas pada kegiatan-kegiatan di dalam areal perusahaan dan terkait dengan sumber limbah terbesar semata, tetapi menjangkau kepada aspek dari produk atau jasa. aspek dari produk memiliki cakupan yang lebih luas seperti tinjauan terhadap produk ketika disimpan di gudang, pemuatan produk/bahan baku ke alat trasnportasi, selama pengangkutan dan ketika digunakan oleh konsumen. Contoh paling ilustratif adalah produk penyulingan minyak mentah menjadi bahan bakar kendaraan bermotor. Ketika pengangkutan terdapat aspek potensi tumpahan dan ledakan; ceceran ketika bongkar muat dan emisi gas-gas hasil pembakaran termasuk yang bersifat beracun (Pb) ketika dikonsumsi dalam kendaraan bermotor. Berbagai macam dampak jelas ditimbulkan dari aspek-aspek tersebut dan memiliki kategori yang berat.

Identifikasi dampak lingkungan merupakan pondasi dari sistem manajemen lingkungan dimana kelengkapan dari sistem, kesesuaian lingkup dan prioritas pekerjaan dihasilkan dari elemen Standar ini. Keberhasilan sistem sangat tergantung pada pemahaman yang baik terhadap aspek/dampak lingkungan.

Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan

Hal yang perlu ditumbuhkan dalam pemberdayaan masyarakat adalah timbulnya kesadaran bahwa, mereka paham akan haknya atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta sanggup menjalankan kewajiban dan tanggung jawab untuk tercapainya kualitas lingkungan hidup yang dituntutnya. Kemudian, berdaya yaitu mampu melakukan tuntutan mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat. Selanjutnya, mandiri dalam kemampuan berkehendak menjalankan inisiatif lokal untuk menghadapi masalah lingkungan di sekitarnya. Dan, secara aktif tidak saja memperjuangkan aspirasi dan tuntutan kebutuhan lingkungan yang baik dan sehat secara terus menerus, tetapi juga melakukan inisiatif lokal.

Demikian pula halnya dalam pengelolaan lingkungan hidup, yang merupakan faktor penting untuk mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan. Keterlibatan dan peran berbagai kelompok/organisasi masyarakat dalam penyaluran aspirasi masyarakat ke DPRD melalui mekanisme demokrasi telah menciptakan suatu momentum menuju suatu rasa memiliki dan berkehendak serta berkelanjutan bagi pelaksanaan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup dan perwujudan good environmental governance

Ada beberapa strategi yang dapat ditempuh untuk memberdayakan masyarakat mengelola lingkungan hidupnya :
1.    Mengembangkan komunikasi dengan tokoh-tokoh masyarakat yang mampu menyampaikan pesan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan lingkungannya.
2.    Mengembangkan kerjasama yang intensif dengan media massa dalam hal sosialisasi dan pemberitaan mengenai peran serta kelompok masyarakat dalam pengelolaan lingkungan.
3.    Memberikan apresiasi terhadap kelompok masyarakat yang berhasil mengelola lingkungannya.
4.    Pengintegrasian aliansi mitra strategis ke dalam program lingkungan dilakukan melalui pendekatan yang melibatkan peran kelompok masyarakat secara aktif. Hal tersebut dilaksanakan dengan cara memberikan dukungan dan pengakuan kepada kelompok-kelompok masyarakat yang mempunyai potensi tawar (barganing power) dalam hal isu lingkungan.

Tapi yang terpenting  dalam pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan adalah masyarakat sadar sebagai bagian dari lingkungan dimana ia berada, tumbuhnya kearifan lokal  dalam mengelola lingkungan seperti yang telah ditunjukkan oleh masyarakat adat antara Desa Teriak dan Desa Temia Sio Kecamatan Teriak Kabupaten Bengkayang yang telah menetapkan Hutan Gunung Jalo sebagai Hutan Adat. Dengan melestarikan hutan masyarakat setempat dengan hukum adat yang melekat padanya masyarakat memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan melestarikan ekosistem hutan dan seluruh habitat yang ada didalamnya.


Evaluasi Lingkungan

Setelah jelas dengan lingkup identifikasi dan kemudian di implementasikan, organisasi harus melakukan evaluasi terhadap keseluruhan aspek tersebut untuk menentukan aspek-aspek yang dikategorikan sebagai aspek penting atau yang akan mendapatkan prioritas penanganannya (berdasarkan dari kajian resikonya). Standar tidak mensyaratkan suatu metoda evaluasi tertentu, termasuk apakah harus dengan metoda kualitatif atau kuantitatif. Tetapi yang perlu dibuat adalah suatu metoda evaluasi yang sesuai dengan tingkat kerumitan kegiatan organisasi itu sendiri.

Parameter-parameter evaluasi yang dapat digunakan antara lain:
a.    Frekuensi aspek atau dampak,
Menggambarkan seberapa sering dampak tersebut akan muncul dengan penjelasan bahwa semakin sering suatu dampak dilepaskan semakin penting dampak tersebut. Dampak yang muncul pada kondisi normal memiliki frekuensi lebih besar dari dampak dalam kondisi abnormal atau darurat.
b.    Tingkat bahaya dampak.
Berdasarkan karakteristik dampak maka dapat diketahui bahwa suatu dampak dikategorikan sebagai berbahaya (limbah asam sulfat), sedikit berbahaya (limbah organik kandungan tinggi) atau tidak berbahaya (limbah cair berkonsentrasi rendah). Karakter bahan atau limbah dapat dipelajari dari MSDS atau hasil analisa kimia.
c.    Luas sebaran dampak.
Seberapa luas dan banyak komponen lingkungan akan terkena. Secara mudah dikatakan bahwa dampak dari emisi gas memiliki potensi untuk mendapatkan nilai tinggi karena dari sifat gas-nya, dampak atau pencemaran yang ditimbulkan bisa mencapai dalam radius lokal (beberapa km dari lokasi perusahaan), regional (hujan asam di kawasan asia, misalnya) atau global (pemanasan global, perusakan lapisan ozon). Berbeda dengan dampak dari limbah padat karena sifat fasanya, yang terbatas pada jangkauan lokal (propinsi) atau mungkin nasional.
d.    Dampak kepada masyarakat.
Parameter ini mewakili unsur ketidakpastian yang dimiliki publik terhadap suatu dampak, yang umumnya muncul berdasarkan persepsi yang tumbuh pada masyarakat tersebut. Limbah gas berupa bau (pengolahan karet atau pulp) biasanya menimbulkan penilaian yang negatif dibandingkan gas lain yang relatif tidak berbau tetapi sebenarnya memberikan ancaman dampak pengurangan kesehatan lebih besar (contoh, uap amoniak dari pabrik pupuk atau emisi gas dari kendaraan bermotor). Jadi perusahaan harus mengkaji persepsi yang berkembang di masyarakat sekitar dan memberikan penilaian yang jujur kepada dampak tersebut.
e.    Biaya.
Berapa biaya yang diperlukan untuk memulihkan dampak tersebut jika suatu pencemaran atau perusakan lingkungan terjadi. Semakin besar dana yang diperlukan semakin penting aspek lingkungan tersebut. Contoh, biaya untuk membangun IPAL agar buangan limbah cair di bawah baku mutu membutuhkan dana lebih besar dari biaya untuk menyediakan ember-ember penambung tetesan limbah cair karena bocor.

Memahami masalah dalam merencanakan lingkungan

Kesadaran tiap individu dalam masyarakat, mengenai pengelolaan lingkungan yang sehat dan menguntungkan generasi dari generasi dalam pemanfaatan potensi alam yang begitu melimpah di Indonesia ini amatlah di perlukan. Dalam pengelolaan lingkungan yang sehat dan berorientasi kepada pengelolaan lingkungan yang konservatif, artinya memanfaatkan lingkungan sekitar untuk kebutuhan generasi sekarang dan generasi yang selanjutnya.

Kesadaran terhadap lingkungan yang minim sekarang ini, lebih disebabkan karena minimnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya memiliki lingkungan yang sehat, bersih, indah dan nyaman. Agar tercipta kehidupan masyarakat yang sehat, teratur, dan memiliki rasa memiliki yang tinggi terhadap lingkungan yang ada sehingga menjadikannya lebih peduli terhadap lingkungan yang ia tempati
Sekarang ini keadaan lingkungan sudah tidak seperti yang dulu, kita bisa melihat betapa kompleknya permasalahan pencemaran lingkungan ini, karena lingkungan merupakan sesuatu yang esensial bagi manusia, tanpa lingkungan manusia tidak bisa hidup jangankan tanpa lingkungan dengan lingkungan saja tapi yang sudah tercemar dengan segala macam bahan kimia yang dapat menghambat pertumbuhan manusia secara normal saja manusia sudah kerepotan dalam artian manusia membutuhkan lingkungan yang bersih, indah dan nyaman. Bukan hanya sekedar lingkungan yang dapat ditempati tapi lebih dari pada itu.

Solusi bagaimana harus diterapkan


1.    Mengenai penegakkan hukum lingkungan yang tidak maksimal itu lebih disebabkan karena minimnya perhatian pemerintah terhadap permasalahan-permasalahan yang timbul di masyarakat mengenai penegakkan hukum lingkungan. Hal itu bisa kita lihat dari pengelolaan sampah di tiap kota/kabupaten yang belum maksimal.
2.    Masalah pencemaran lingkungan ini adalah kurangnya kesadaran dari masyarakat dan pemerintah atau yang berkepentingan didalamnya akan pentingnya pengelolaan lingkungan yang berwawasan pembangunan berkelanjutan artinya masyarakat yang ada di setiap wilayah di manapun di Indonesia ini atau di belahhan bumi manapun juga, masyarakat hendaknya memiliki pemahaman dan memiliki wawasan tentang lingkungan hidup sebagai upaya untuk menjamin kemampuan masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa yang akan datang.







Manfaat DfE


Hasil akhir dari proses ini seringkali berupa produk yang tidak hanya mempunyai dampak rendah pada lingkungan namun juga mempunyai kualitas yang lebih baik dan menguntungkan dari segi pemasaran.

Proses DfE menyediakan data dan hal-hal penting untuk memasarkan produk yang diinginkan secara lingkungan. Produk ‘green’ dapat nampak di benak konsumen karena juga mereka lebih tahan lama, kualitas lebih tinggi, dan murah pengoperasiannya.

Biaya bagi pihak perakit dapat juga direduksi. Pengurangan jumlah material dan sumberdaya yang digunakan untuk merakit produk dapat mengurangi limbah dan polusi yang diciptakan, dan selanjutnya biaya pembuangan limbah. Pilihan lain bagi penghematan termasuk mengurangi pengemasan, dan mengurangi biaya transportasi dengan mengurangi berat produk atau meningkatkan efisiensi dalam pengemasan atau penyimpanan.

Beberapa negara mulai mengundangkan pihak produsen menarik kembali produk mereka di akhir masa pakai. Ini dikenal sebagai ‘extendend producer responsibility’ (EPR). DfE dapat mengatasi masalah ini, sebagai contoh dengan meningkatkan umur pakai produk, mengurangi biaya pembuangan, membuat lebih mudah diperbaiki, dan meningkatkan kemampu daur-ulangan keseluruhan produk atau beberapa komponennya.

Program-program Design for the Environment (DfE) dapat memberi contoh tipe manajemen lingkungan interaktif yang meruntuhkan atau menghindari Green Wall. Pada dasarnya DfE adalah teknik aktifitas manajemen yang bertujuan untuk mengarahkan aktifitas pengembangan produk dalam rangka menangkap pertimbangan lingkungan eksternal dan internal.

Perusahaan yang ingin mengimplementasi DfE sebaiknya mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut (Fiksel, 1996) :

1. Motivasi bisnis.

Harus dijawab pertanyaan mengenai adakah unit bisnis dimana DfE terlihat sebagai faktor kompetitif, sudahkah konsumen memperlihatkan perhatian yang kuat pada kinerja lingkungan dari produk atau operasi pabrik kita, apakah sudah melihat tren perubahan peraturan yang akan mempengaruhi profitabilitas produk kita ?

2. Postur lingkungan.

Harus dijawab pertanyaan mengenai kebijakan lingkungan dan pernyataan misi yang mendukung praktek DfE, kesiapan berpindah dari strategi pemenuhan menjadi manajemen lingkungan proaktif, sudahkah membuat tujuan-tujuan perbaikan lingkungan perusahaan, apa dampak keseluruhan keberhasilan lingkungan pada perusahaan atau imej industri kita.

3. Karakteristik organisasi.

Harus dijawab pertanyaan mengenai perencanaan pada implementasi sistem manajemen lingkungan yang terintegrasi dengan baik dengan system manajemen yang ada, apakah kita sudah menerapkan sistem teknik dalam pengembangan produk menggunakan tim lintas fungsional, punyakah sistem bagi menganalisa produk dan kualitas proses yang dapat dikembangkan pada atribut lingkungan perusahaan, apakah kita sudah punya sumberdaya organisasional yang benar untuk mendukung pengurusan lingkungan dan produk, apakah sudah punya akuntabilitas sistem d an penghargaan untuk menyediakan insentif untuk memenuhi tujuan perbaikan lingkungan.

4. Pengalaman yang ada.

Harus dijawab pertanyaan mengenai pencapaian perusahaan yang telah dibuat mengenai disain green dan isu praktis dan hambatan yang telah dilewati, sudahkah melakukan tindakan penanganan siklus hidup bagi fasilitas dan atau produk, sudah adakah program dan keahlian dalam daur ulang material, konservasi sumber daya, pengurangan limbah, atau asset recovery, sudahkan diimplementasi inisiatif pencegahan polusi dan pabrik memperhatikan lingkungan, sudahkah dicoba untuk mengenalkan pengukuran kualitas lingkungan dan sistem manajemen ke dalam proses operasi, sudahkah mengembangkan teknologi yang berguna bagi DfE seperti pemodelan berbasis komputer, atau perangkat pendukung keputusan.

5. Tujuan strategis.

Harus dijawab pertanyaan mengenai kasus bisnis yang mengindikasikan DfE akan menyumbangkan keuntungan bagi perusahaan atau pengembangan bisnis, dapatkah mengidentifikasi perbaikan lingkungan yang diinginkan dalam produk atau proses tertentu, apakah sudah mengenali kemitraan kunci dengan pemasok atau pelanggan yang diperlukan dalam menerapkan DfE, apakah berharga untuk meningkatkan kepedulian lingkungan diantara pegawai kita, pelanggan, pemasok, masyarakat, atau pemeg ang saham lainnya, apakah kita siap untuk bergerak menuju sistem akuntansi lingkungan siklus hidup yang menggunakan struktur berbasis aktifitas untuk mengungkap biaya dan manfaat sebenarnya.




Komentar

Postingan Populer